"AKU RINDU ABAH"

by. Edie
Kerinduan kini kembali, kembali ingin mengenangmu, kembali ingin mengingat-ingat raut wajahmu, kembali ingin aku bernostalgia bersamamu kembali ke masa lalu kita, kembali ingin sekali bertukar kabar soal kita, Abah. Begitulah aku dulu memanggil sosok laki-laki yang tegar dengan segala carut marut kehidupan masa lalu. Sosok yang kesabarannya tak bisa ku ikuti saat aku jatuh dan menyerah pada kejamnya dunia. Sosok laki-laki miskin papa namun kami dibuatnya penuh ceria dan bahagia. Sosok yang dulu akrab memegang tanganku setiap pagi untuk mengantarku pergi ke sekolah. Sosok yang selalu dingin, mampu menyembunyikan kesulitan hidup lalu mencoba tersenyum pada kami. Abah aku merindukanmu.

***
Bah, entah sudah berapa kali ramadhan kita lewatkan, berapa kali pula iedul fitri kita lewatkan tanpa ada lagi sebuah kebersamaan. Bah, aku merindukanmu di sini, aku yakin Abah juga merindukanku pastinya. Tapi aku tak pernah tau cara Abah merindukanku, biarlah itu bukan masalah buatku, yang terpenting Abah baik-baik saja di sana. Mungkin Abah ingin tau bagaimana cara aku merindukan Abah, baiklah biarkan aku bertutur, semoga Abah mendengarnya di sana.
Bah, sebelumnya terimakasih sudah menyekolahkanku dan sekaligus membiayaku. Mulai dari seragam merah putih, seragam pramuka, buku tulis dan pensilnya. Untuk tas, tak mengapa Bah aku rela dulu hanya beranselkan plastik hitam tebal tanpa ada merk tertulis apapun di sana, lalu setiap hari ku penuhi kantong plastik tasku buku-buku tulis dan pelajaran yang terkadang menjadikannya beban dan bahkan setiap minggu aku harus ganti tas kresek hitamku dengan yang baru. Sungguh keren kan bah, disaat anak-anak yang lain masih menggendong tas lamanya aku setiap pekan sudah menjelma menjadi baru seutuhnya. Jangan menangis bah, ini bukan salah abah kok yang tidak bisa membelikan tas baru, aku tau bah, kesulitan  hidup saat itu menyelimuti keluarga kita. Sehingga uang abah tak cukup untuk membelikan tas baru dihari pertama aku duduk di sebuah bangku dasar untuk belajar menulis, membaca, bercerita dan menghitung angka-angka logika. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih sebesar-besarnya untuk semua cinta, kasih sayang dan pengorbanan buat keluargamu, tak terkecuali aku. Dan aku telah memahami itu semua.

 ***
Bah, aku merindukanmu di sini, oh iya aku tadi janji ingin bercerita bagaimana caraku merindukanmu yang sudah tak hadir lagi di alam yang kini aku masih bernafas di sana. Bah, tau tidak, aku sekarang sudah bisa menulis, membaca , bercerita dan menghitung angka-angka logika yang dulu sekali aku pelajari dan kini aku memahaminya, itu pun tak lepas dari jerih payah Abah yang siap memutar posisi kaki di kepala dan kepala di   kaki. Bah, banyak cara bagaimana aku mengekspresikan kerinduanku padamu. Misalnya aku banyak berdo'a untuk Abah semoga sayap-sayap rahmat-Nya selalu menyelimutimu dari kengerian alam yang belum pernah sama sekali kau hidup bersamanya. Dari kegelapan yang setiap saat memberi rasa khawatir dan kengerian . Dari kesempitan yang kapan saja bisa menghimpit jasad Abah yang sudah lemah dan rapuh. Dari panasnya keadaan yang memang tiak ada ventilasi udara di sana. Dari pertanyaan-pertanyaan dua sosok yang aku dan Abah belum pernah melihat sebelumnya di dunia. Selain do'a, aku juga berusaha untuk menjadi anak yang baik, bisa memberi manfaat pada sesama sehingga menghasilkan kebajikan dan itu semua aku berikan untukmu bah. Bah, ada satu cara bagaimana aku merindukanmu yaitu dengan menulis, yah menulis sudah menjadi bagian ruh kehidupanku selama ini bah. Inilah hasil jerih payah Abah yang sudah 'memaksaku' untuk belajar menulis abjad dari A-Z ketika malam tiba, bersama kaka yang selalu setia mendampingi.
Bah, kini aku banyak menulis tentang Abah di catatan lembar-lembar putih bersih lalu kemudian berubah menjadi lautan tinta berisi kata-kata mutiara. Bah, hanya inilah caraku merindukanmu dari alam yang jauh dan mustahil Abah bisa menjamahnya. Bah, hanya menulislah caraku bercerita dan mengulang kembali cerita masa lalu di antara aku dan Abah. Bah, hanya dengan menulislah aku bisa bertukar kabar dengan abah, seolah kita sedang asik duduk di sebuah kursi panjang lalu berdialog mesra dengan bahasa lisan dan tubuh kita. Bah, hanya dengan menulislah aku seolah bisa merasakan apa yang sedang Abah rasakan di sana. Bah, dengan menulis pulalah yang menjadi pelipur laraku di saat aku jatuh sakit dan disaat yang sama aku membayangkan raut wajahmu sambil tersenyum memandangi wajahku, lalu seolah Abah berbisik kepadaku "Semoga cepat sembuh ya nak...". 

"Bah, taukah engkau kenapa anakmu hanya bisa menulis disaat dia merindukanmu? karena tidak ada satu potopun tentang  Abah  yang bisa kunikmati, ku kenang dan kupandangi saat aku jatuh rindu padamu"

>

Leave a Reply


Terimakasih sudah berkunjung :)

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogroll

Blogger templates