HATIKU MELEBUR KARENANYA-



     Aku bagai orang yang terlupakan, aku ada, bagai tiada, pernah ketika lebaran, ibu berbelanja baju-baju baru di pasar malam bersama kakak perempuanku. Semua kebagian, kecuali aku. Alasan ibu, “ibu bukannya ga mau beliin baju buat kamu, tadi malam uangnya hanya cukup buat beli baju adikmu, lain kali saja”.

     Selalu saja ibu banyak alasan, ini bukan pertama kalinya ibu seperti itu, tapi sudah berulang kali. Aku marah, aku kesal ! aku banting pintu kamarku, ku kunci rapat-rapat. Aku tak mau ada orang yang masuk ke kamarku malam itu. Bapak mengetuk pintu, “Nak, jangan ngambek seperti itu, tidak baik, tolong buka pintunya, bapak mau bicara sama kamu,” dalam keadaan berkaca-kaca bercampur kesal aku membuka pintu, “Anak bapak kok nangis sih, malu tuh sama umur,” “ga nangis kok pak, Jounal cuma kesel aja” jawabku. Sikap bapak memang berbeda dengan ibu, sikapnya santun, lembut dan penyabar. Jujur, aku paling dekat dengan sosok bapak daripada ibu, bapak lebih paham tentangku daripada ibu.

     Bapak mengajakku duduk di bangku teras yang terbuat dari bambu hitam, buatan bapak sendiri, “Kamu kesal kenapa tadi nak ?,”  “Pak, kenapa sih semenjak Jounal duduk di kelas lima SD, ibu tak pernah lagi membelikan baju lebaran buat Jounal ?” bukan jawaban yang aku lontarkan, melainkan aku kembali bertanya pada bapak yang sejak tadi berwajah dingin.

     “Bapak tidak tau persis alasan ibumu tidak membelikan baju baru untuk lebaran besok. Tapi bapak punya kisah tentang masa kecil bapak dulu, kalo kamu bersedia mendengarkan kisah bapak, bapak akan cerita, tapi kalo tidak mau, ya... bapak tidak memaksa,” ku pandangi wajah bapak dalam-dalam, bapak bagai obat penawar bagiku, bapak selalu bisa menghibur di saat aku ada masalah. Aku menganggukan kepala, sebagai isyarat aku siap mendengarkan kisah bapak masa kecil dulu.

     “Nak, bapak bukan terlahir dari keluarga punya, ibu dan ayahnya bapak hanya seorang petani desa, bapak adalah anak pertama di keluarga itu, bapak punya adik dua laki-laki dan satu perempuan, keluarga bapak dulu hidup dalam keterbatasan, bergantung pada padi yang di tanam, kalo panennya bagus, kami bisa  makan sedikit lebih enak di bandingkan hari biasanya, tapi kalo panen padi sedang tidak bagus, terpaksa kami makan seadanya, bahkan pernah ibu  meminjam uang untuk membeli beras, karena uang sudah kritis dan habis. Ayah bapak hanya bisa menyekolahkan bapak sampai SD saja, karena faktor ekonomi yang tidak mendukung. Setelah tamat SD, bapak putuskan untuk membantu ayah dan ibu mengurusi padi di sawah, dari pagi sampai petang hanya itu pekerjaan bapak dulu. Suatu ketika, padi kami mengalami panen yang cukup bagus, sehingga separuh bisa di jual untuk mendapatkan uang, dan separuh lagi untuk persedian makan di rumah. Ibu keesokan harinya pergi ke pasar untuk berbelanja bahan-bahan dapur dan baju-baju baru karena enam hari lagi hari raya idul fitri akan tiba. Ibu pulang dari pasar membawa baju-baju baru untuk lebaran besok, adik-adik bapak kebagian semua, kecuali bapak, ayah dan ibu. Ayah bapak tersenyum lebar melihat adik-adik bapak saat menjajal bajunya masing-masing, bapak ikut tersenyum meski tidak di belikan baju baru oleh ibu, ibu menghampiri bapak “Nak, maafin ibu ga bisa beliin baju baru buat kamu, ibu hanya beliin baju beru buat adik-adikmu saja, ibu sama ayah aja ga beli apa-apa nak, kamu kan anak paling gede, yah... untuk sementara ngalah dulu sama adik-adikmu ya nak...” itu kisah bapak kecil dulu, sama kaya kamu masalahnya ga di beliin baju baru buat lebaran, tapi bapak tidak menangis juga tidak kesel malah seneng melihat adik-adik bapak pakai baju baru, karena bapak anak laki-laki dan paling besar di keluarga bapak, begitulah ayah dan ibu mendidik bapak,”

     Usai menyimak tuturan kisah bapak, aku tersentuh, hatiku lebur, tak terasa air bening dari pipiku mengalir perlahan hingga jatuh ke bumi, aku memeluk bapakku erat-erat sambil ku berkata “Pak... maafin joual yah, yang udah buat bapak sedih, terimakasih atas nasihat dan pelajaran yang bapak kasih ke Jounal,” bapak melepaskan pelukan eratnya dariku, dan pergi begitu saja menuju ruang tamu. Dan aku masih terpaku di bangku teras sambil memandangi rembulan nan bintang-bintang yang ikut menghiburku.

>

2 responses to “HATIKU MELEBUR KARENANYA-

  1. @Anggi... thanks, maju apanya yah? hehe

Leave a Reply


Terimakasih sudah berkunjung :)

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogroll

Blogger templates